RIAK-RIAK KECIL
“Ini bukan masalah jaga imej Ukh, tapi kita masih dijadikan public figure adek-adek kita!”. Kalimat itu sempat membuat saya termenung cukup lama. Nasehat dari seorang teman ketika kami sedang membicarakan masalah facebook. Saya bersyukur masih ada yang peduli dan mengingatkan saya. Sepertinya ada yang salah dengan sikap saya. Hem dunia sosialita wa bil khusus facebook memang sangat mengasyikkan, disamping manfaat untuk menyambung silaturahim maupun membuka jaringan. Tapi di sisi lain juga tidak sedikit mudharatnya. Semuanya tergantung diri kita, ibarat pisau menjadi benda yang bermanfaat jika digunakan sesuai fungsinya, memasak dan sebagainya tapi sebaliknya bisa menjadi berbahaya jika digunakan untuk melukai atau membunuh orang. Begitu juga facebook, semua tergantung diri kita. Di sini saya menemukan teman-teman yang luar biasa, sebagaimana dalam dunia nyata. Berbagi ilmu, diskusi dan saling berbagi nasehat. Tapi terkadang muncul pertanyaan dalam diri, bener nggak nih? Wajar nggak nih? Sebab saya pun mulai bingung plus tidak nyaman ketika saya perhatikan, olala yang paling banyak coment di dinding saya ternyata adalah kaum adam? Apa ada yang salah kah dengan cara komunikasi saya? Menurut saya itu biasa saja, tapi samakah dengan penilaian orang lain apalagi penilaian Allah? Selama ini saya juga berusaha menjalin komunikasi dengan teman-teman putri, tapi tanggapan mereka biasa saja. Hem atau memang sudah menjadi naluri manusia bahwa lawan komunikasi yang menarik adalah lawan jenis. Menarik tapi membuka banyak pintu fitnah, begitu maksudnya ukhti? ^-^ Wallahu ‘alam bi showab.
Seperti berada di persimpangan dua jalan, bahkan mungkin tiga jalan. Saya dengan hawa nafsu saya ingin sebuah kebebasan. Ego saya mengatakan, ya pokoknya aku itu seperti ini, masa bodoh orang mau menilaiku. Toch saya tidak berbuat maksiat (menurut hawa nafsu saya, padahal mungkin saya telah berbuat maksiat-maksiat kecil tanpa disadari). Tapi di sisi lain adek-adek masih melihat saya sebagai figure seorang kakak, gimana sih si mbak ngomongnya A kok yang dilakukan B. Okelah kalau di depan mereka mungkin saya bisa bersilat lidah, tapi jika di depan Allah kelak saat mulut terkunci, apa yang bisa saya lakukan untuk membela diri? Tidak ada! Dan di persimpangan ketiga saat saya sedang berusaha mengembangkan diri, saya butuh jaringan, saya butuh berkomunikasi dengan orang lain dengan berbagai macam karakter, latar belakang , budaya dan gaya komunikasi yang berbeda. Tentu kita tidak bisa memaksa orang lain untuk mengikuti gaya komunikasi kita. Padahal kita tidak bisa menghadapi orang lain dengan gaya yang sama, tapi jika saya mengikuti gaya komunikasi orang lain yang kadang dianggap keluar dari pakem kebiasaan dalam lingkungan saya. Saya akan dianggap aneh oleh adek-adek saya dan tentu saya juga tidak bisa memaksa adek-adek saya untuk memahami kondisi saya. Hem rumit ya…:-((
Saya jadi ingat saya dulu sempat protes dengan seorang ustadz, lho kok setelah terkenal jadi cair gitu? Padahal dulu sangat menjaga. Tapi saya sadar terkadang kita tidak adil menilai seseorang, sesuatu hal yang di mata kita negatif mungkin belum tentu seperti itu. Saya jadi ‘ngeh’, kenapa sikap sang ustadz berubah, ya karena sekarang dia milik umat bukan lagi milik golongan tertentu. Beliau harus mampu melebur dengan berbagai kalangan. Melebur tanpa bercampur setidaknya. Melihat sesuatu dari sudut lain setidaknya akan membuat diri kita tidak lekas menyalahkan orang lain. Itu pelajaran yang saya petik.
Kembali ke masalah dunia sosialita facebook, apakah kemudian saya akan membela diri dengan mengatakan, saya bukan malaikat, saya hanya manusia biasa yang kadang jatuh terus bangun lagi…..Jika itu yang keluar dari lisan saya, berarti saya ridho atas maksiat yang saya lakukan dengan berlindung dibalik apologi tersebut. Maka saya pun berbicara kepada diri saya sendiri, ‘Ukhti jujurlah pada diri sendiri, dosa adalah apa-apa yang membuat hati tidak tenang. Jika hati ini mulai tidak tenang, coba lihat perbuatan apa yang baru saja anti lakukan. Kalau kita bisa mendidik diri kita untuk mendekati sosok malaikat kenapa tidak ukhti?’ Wallahu ‘alam bi showab. Semoga ini hanya sesaat demi sesaat saja Ya Rabb, betapa diri ini hanyalah hamba-Mu yang lemah dan penuh khilaf.
The last, apakah saya akan meninggalkan dunia sosialita facebook? Tergantung. Maksudnya jika untuk sebuah kebaikan saya tidak akan meninggalkannya karena saya memang membutuhkan untuk sarana silaturahim dan mengembangkan jaringan. Tapi untuk sebuah kemaksiatan, tidak ada jawaban lain selain saya harus meninggalkannya. Saya sadar bahwa standar baik/buruk bukan karena menurut saya hal itu biasa saja, karena jika demikian nafsu kita yang berbicara. Standar baik/buruk adalah itu apakah itu membuka pintu fitnah atau tidak? Apakah akan mengundang murka Allah atau tidak?.
Bisa jadi orang akan menganggap berlebihan apa yang sampaikan ini dan saya pun tidak sedang menghakimi siapapun, saya hanya sedang menghisab diri sendiri. Saudaraku lihatlah saya apa adanya, saya bukan siapa-siapa. Jangan menganggap saya sebagai sosok yang lebih, itu terlalu berat bagi saya. Saya pun tidak ingin meminta sebuah permakluman. Ambil yang baik dari diri saya dan buang yang buruk dari diri saya. Saudaraku ketika di tengah perjalanan nanti engkau melihat saya melakukan sebuah kesalahan tolong ingatkan saya. Sebab fungsi ukhuwah adalah saling mengingatkan dalam kebaikan, begitu saudaraku, adek-adekku dan sahabat-sahabatku semua. Wallahu ‘alam bi showab.
Ruang hati, 22.56 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar